Thursday, August 11, 2011

Piringan Hitam



Piringan hitam, bagi sebagian orang adalah saksi sejarah karena melalui lempengan benda hitam itu jejak-jejak trend musik maupun track record musisi bisa terlacak. Dengan pandangan seperti itu, piringan hitam dipelihara dengan baik, dibersihkan dan disimpan pada tempat yang layak supaya tidak cepat rusak. Dengan demikian bisa dijadikan sumber dokumentasi

Tetapi pada sisi lain, seringkali piringan hitam menjadi pengisi gudang-gudang kotor bertumpuk dengan benda tak terpakai lain. Sehingga tak heran, banyak ditemukan piringan hitam yang rusak covernya, bahkan rusak piringannya. Tak heran juga, kadang-kadang piringan hitam teronggok bak tumpukan sampah di tukang-tukang loak karena dijual selakunya oleh sang empunya.

Piringan hitam musisi luar, umumnya masih bisa didapat dengan mudah. Kalaupun tidak ada, bentuk pengganti album berupa CD masih kerap direlease ulang. Sedangkan untuk album Indonesia berformat piringan hitam, sangat sulit diharapkan ada releasan dalam bentuk CD. Kalaupun ada, umumnya berupa kompilasi ataupun release ulang oleh label luar, khususnya album tertentu yang menarik libido untuk dibajak. Guruh Gipsy dan Ariesta Birawa sebagai contoh.

Saya sendiri melihat piringan hitam dengan pendekatan pertama sebagai saksi sejarah. Terkait hal ini dan sebagai upaya melakuan pengarsipan saya akan angkat album Indonesia dalam bentuk piringan hitam, walaupun jumlah piringan hitam yang ada dalam arsip tidaklah banyak. Itupun kebanyakan piringan hitam tak bercover.

Harapan saya dengan mengangkat piringan hitam Indonesia di MP ini, bisa mengingatkan kembali pihak-pihak yang terlibat di album itu atau mengusik nostalgia para penggemar musik yang memiliki kenangan pada masa album itu direlease.

Terus review tak perlu dari album format kaset dan CD, ditinggalkan ? Tidak, masih saja akan mengalir mengisi ruang waktu yang kosong.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...